Posted by : Unknown
Jumat, 17 Oktober 2014
Zu Chongzhi
Dalam sejarah
Tiongkok banyak ahli matematika berupaya menghitung π. Sedangkan hasil
ya ng dicapai Zu Chongzhi pada abad ke-5 dapat dikatakan merupakan
kemajuan dalam penghitungan π. Zu Chongzhi lahir di kota Jiankang( kota
Nanjing) pada tahun 429. sejak kecil ia sangat cerdas dan suka pengetahuan di
bidang matematika dan astronomi. Pada tahun 464 ketiga ia berumur 35 tahun, Zu
Chengzhi mulai menghitung π.
Dalam kehidupan sehari-hari rakyat
Tiongkok mengetahui bahwa panjang keliling lingkaran sama dengan tiga kali
libat lebih diameter lingkaran. Sebelum Zu Chongzhi, ahli matematika Tiongkok
Liu Hui mengajukan cara ilmia untuk menghitungkan π, dengan panjang
keliling regular polygon dalam lingkaran untuk mendekati panjang keliling
lingkaran yang asli. Dengan cara ini Liu Hui telah menghitungkan π sampai
4 angka dibelakang koma. Sedangkan melalui penelitian Zu Chongzhi, π telah
dihitungkan sampai 7 angka di belakang koma yaitu diantara 3.1415926 dengan
3.1415927, dan memperoleh nilai mirip π dalam bentuk bilangan pecahan.
Untuk memperingati hasil Zu Chongzhi,
ahli sejarah matematika di luar negeri pernah mengusulkan menamakan π dengan
tingkat Zu. Zu Chongzhi dan anaknya juga menyelesaikan penghitungan volume
bola. Prinsip matematika itu dinamakan prinsip Zu.
Sebelum abad ke-14, Tiongkok adalah
negara yang relatif maju dalam bidang matematika.
Rene Descartes
Di desa La Haye-lah tahun 1596 lahir
jabang bayi Rene Descartes, filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor.
Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche. Begitu umur dua puluh dia
dapat gelar ahli hukum dari Universitas Poitiers walau tidak pernah
mempraktekkan ilmunya samasekali. Meskipun Descartes peroleh pendidikan baik,
tetapi dia yakin betul tak ada ilmu apa pun yang bisa dipercaya tanpa
matematik. Karena itu, bukannya dia meneruskan pendidikan formalnya, melainkan
ambil keputusan kelana keliling Eropa dan melihat dunia dengan mata kepala
sendiri. Berkat dasarnya berasal dari keluarga berada, mungkinlah dia
mengembara kian kemari dengan leluasa dan longgar. Tak ada persoalan duit.
Dari tahun 1616 hingga
1628, Descartes betul-betul melompat ke sana kemari, dari satu negeri ke negeri
lain. Dia masuk tiga dinas ketentaraan yang berbeda-beda (Belanda, Bavaria dan
Honggaria), walaupun tampaknya dia tidak pernah ikut bertempur samasekali.
Dikunjungi pula Italia, Polandia, Denmark dan negeri-negeri lainnya. Dalam
tahun-tahun ini, dia menghimpun apa saja yang dianggapnya merupakan metode umum
untuk menemukan kebenaran. Ketika umurnya tiga puluh dua tahun, Descartes
memutuskan menggunakan metodenya dalam suatu percobaan membangun gambaran dunia
yang sesungguhnya. Dia lantas menetap di Negeri Belanda dan tinggal di sana
selama tidak kurang dari dua puluh satu tahun. (Dipilihnya Negeri Belanda
karena negeri itu dianggapnya menyediakan kebebasan intelektual yang lebih
besar ketimbang lain-lain negeri, dan karena dia ingin menjauhkan diri dari
Paris yang kehidupan sosialnya tidak memberikan ketenangan cukup).
Sekitar tahun 1629
ditulisnya Rules for the Direction of the Mind buku yang memberikan garis-garis
besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplit dan tampaknya ia tidak berniat
menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima puluh tahun sesudah
Descartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Descartes menggunakan metodenya
dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam tentang anatomi dan
fisiologi, dia melakukan penjajagan secara terpisah-pisah. Dia bergumul dalam
bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti optik, meteorologi, matematik dan
pelbagai cabang ilmu lainnya.
Menjadi keinginan
Descartes sendiri mempersembahkan hasil-hasil penyelidikan ilmiahnya dalam buku
yang disebut Le Monde (Dunia). Tetapi, di tahun 1633, tatkala buku itu hampir
rampung, dia dengan penguasa gereja di Italia mengutuk Galileo karena menyokong
teori Copernicus bahwa dunia ini sebenarnya bulat, bukannya datar, dan bumi itu
berputar mengitari matahari, bukan sebaliknya. Meskipun di Negeri Belanda dia
tidak berada di bawah kekuasaan gereja Katolik, toh dia berkeputusan
berhati-hati untuk tidak menerbitkan bukunya walau dia pun sebenarnya sepakat
dengan teori Copernicus. Sebagai gantinya, di tahun 1637 dia menerbitkan
bukunya yang masyhur Discourse on the Method for Properly Guiding the Reason
and Finding Truth in the Sciences (biasanya diringkas saja Discourse on
Method).
Discourse ditulis dalam
bahasa Perancis dan bukan Latin sehingga semua kalangan intelegensia dapat
membacanya, termasuk mereka yang tak peroleh pendidikan klasik. Sebagai
tambahan Discourse ada tiga esai.
Didalamnya Descartes
menyuguhkan contoh-contoh penemuan-penemuan yang telah dilakukannya dengan
menggunakan metode itu. Tambahan pertamanya Optics, Descartes menjelaskan hukum
pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord Snell).
Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik, melukiskan
fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan teori cahaya
yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan dirumuskan
oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan ihwal
meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta penjelasan
yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap pendapat bahwa
panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan tepat dia
menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern. (Tetapi,
pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan orang-orang
lain). Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang paling
penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang geometri
analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika, dan
menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus.
Mungkin, bagian paling
menarik dari filosofi Descartes adalah caranya dia memulai sesuatu. Meneliti
sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru yang umumnya sudah disepakati
orang, Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai
melakukan langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara
meragukan apa saja, apa saja yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan
meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam di luar dunia,
bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya.
Ini keruan saja membuat
dia menghadapi masalah yang menghadang: apakah mungkin mengatasi pemecahan atas
keraguan yang begitu universal, dan apakah mungkin menemukan pengetahuan yang
bisa dipercaya mengenai segala-galanya? Tetapi, lewat alasan-alasan metafisika
yang cerdik, dia mampu memuaskan dirinya sendiri bahwa dia sebenarnya
"ada" ("Saya berpikir, karena itu saya ada"), dan Tuhan itu
ada serta alam di luar dunia pun ada. Ini merupakan langkah pertama dari teori
Descartes.
Makna penting teori
Descartes punya nilai ganda. Pertama, dia meletakkan pusat sistem filosofinya
persoalan epistomologis yang fundamental, "Apakah asal-muasalnya
pengetahuan manusia itu?" para filosof terdahulu sudah mencoba melukiskan
gambaran dunia. Descartes mengajar kita bahwa pertanyaan macam itu tidak bisa
memberi jawab yang memuaskan kecuali bila dikaitkan dengan pertanyaan
"Bagaimana saya tahu?"
Kedua, Descartes
menganjurkan kita harus berangkat bukan dengan kepercayaan, melainkan dengan
keraguan. (Ini merupakan kebalikan sepenuhnya dari sikap St. Augustine, dan
umumnya teolog abad tengah bahwa kepercayaan harus didahulukan). Memang benar
Descartes kemudian meneruskan dan sampai pada kesimpulan teologis yang
ortodoks, tetapi para pembacanya lebih tertarik dan menaruh perhatian lebih
besar kepada metode yang dikembangkannya ketimbang kongklusi yang ditariknya.
(Ketakutan gereja bahwa tulisan-tulisan Descartes akhirnya akan menjadi bahaya,
jelas sekali).
Dalam filosofinya,
Descartes menekankan beda nyata antara pikiran dan obyek material, dan dalam
hubungan ini dia membela dualisme. Perbedaan ini telah dibuat sebelumnya,
tetapi tulisan-tulisan Descartes menggalakkan perbincangan filosofis tentang
masalah itu. Permasalahan yang dikemukakannya menarik para filosof sejak itu
dan tetap tak terpecahkan.
Pengaruh besar lain dari
konsepsi Descartes adalah tentang fisik alam semesta. Dia yakin, seluruh alam
--kecuali Tuhan dan jiwa manusia-- bekerja secara mekanis, dan karena itu semua
peristiwa alami dapat dijelaskan secara dan dari sebab-musabab mekanis. Atas
dasar ini dia menolak anggapan-anggapan astrologi, magis dan lain-lain
ketahayulan. Berarti, dia pun menolak semua penjelasan kejadian secara
teleologis. (Yakni, dia mencari sebab-sebab mekanis secara langsung dan menolak
anggapan bahwa kejadian itu terjadi untuk sesuatu tujuan final yang jauh). Dari
pandangan Descartes semua makhluk pada hakekatnya merupakan mesin yang ruwet,
dan tubuh manusia pun tunduk pada hukum mekanis yang biasa. Pendapat ini sejak
saat itu menjadi salah satu ide fundamental fisiologi modern.
Descartes menggandrungi
penyelidikan ilmiah dan dia percaya bahwa penggunaan praktisnya dapat
bermanfaat bagi masyarakat. Dia pikir, para ilmuwan harus menjauhi
pendapat-pendapat yang semu dan harus berusaha menjabarkan dunia secara
matematis. Semua ini kedengarannya modern. Tetapi, Descartes, melalui
pengamatannya sendiri tak pernah bersungguh-sungguh menekankan arti penting
ruwetnya percobaan-percobaan metode ilmiah.
Filosof Inggris yang
masyhur, Francis Bacon, telah menyatakan perlunya penyelidikan ilmiah dan
keuntungan yang bisa diharapkan dari sana beberapa tahun sebelum Descartes. Dan
argumen yang terkenal Descartes yang berbunyi "saya berfikir, karena itu
saya ada," bukanlah pendapatnya yang orisinal. Itu sudah pernah
dikemukakan lebih dari 1200 tahun sebelumnya (walau dalam kalimat yang berbeda
tentu saja) oleh St. Augustine. Hal serupa juga mengenai "pembuktian"
Descartes tentang adanya Tuhan hanyalah variasi dari pendapat ontologis yang
pertama kali diucapkan oleh St. Anselm (1033-1109).
Di tahun 1641 Descartes
menerbitkan bukunya yang masyhur Meditations. Dan bukunya Principles of
philosophy muncul tahun 1644. Ke dua buku itu aslinya ditulis dalam bahasa
Latin dan terjemahan Perancisnya terbit tahun 1647.
Meskipun Descartes
seorang penulis yang lincah dengan gaya prosanya yang manis, nada tulisannya
terasa kuno. Betul-betul dia tampak (mungkin akibat pendekatannya yang
rasional, dia seperti cendikiawan abad tengah. Sebaliknya Francis Bacon, walau
dilahirkan tiga puluh lima tahun sebelum Descartes, nada tulisannya modern).
Tergambar jelas dalam
tulisan-tulisannya, Descartes seorang yang teguh kepercayaannya tentang adanya
Tuhan. Dia menganggap dirinya seorang Katolik yang patuh; tetapi gereja Katolik
tidak menyukai pandangan-pandangannya, dan hasil karyanya digolongkan ke dalam
"index" buku-buku yang terlarang dibaca. Bahkan di kalangan Protestan
Negeri Belanda (waktu itu mungkin negeri yang paling toleran di Eropa), Descartes
dituduh seorang atheist dan menghadapi kesulitan dengan penguasa.
Tahun 1649 Descartes
menerima tawaran bantuan keuangan yang lumayan dari Ratu Christina, Swedia,
agar datang ke negerinya dan menjadi guru pribadinya. Descartes amat kecewa
ketika dia tahu sang Ratu ingin diajar pada jam lima pagi! Dia khawatir udara
pagi yang dingin bisa membikinnya mati. Dan ternyata betul: dia kena pneumonia,
meninggal bulan Februari 1650, cuma empat bulan sesudah sampai di Swedia.
Descartes tak pernah
kawin, tetapi punya seorang anak perempuan yang sayang mati muda.
Filosofi Descartes
dikritik pedas oleh banyak filosof sejamannya, sebagian karena mereka anggap
filosofi itu menggunakan alasan yang berputar-putar. Sebagian lagi menunjukkan
kekurangan-kekurangan dalam sistemnya. Dan sedikit sekali orang saat ini yang
membelanya dengan sepenuh hati. Tetapi, arti penting seorang filosof tidaklah
terletak pada kebenaran sistemnya; melainkan pada apakah penting tidaknya
ide-idenya, atau apakah ide-idenya ditiru orang dan berpengaruh luas. Dari
ukuran ini, sedikitlah keraguan bahwa Descartes memang seorang tokoh yang
penting.
Sedikitnya ada lima ide
Descartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa: (a)
pandangan mekanisnya mengenai alam semesta; (b) sikapnya yang positif terhadap
penjajagan ilmiah; (c) tekanan yang, diletakkannya pada penggunaan matematika
dalam ilmu pengetahuan; (d) pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptis; dan
(e) penitikpusatan perhatian terhadap epistemologi.
Menyimpulkan arti penting
keseluruhan Descartes, saya juga mempertimbangkan penemuan ilmiahnya yang
mengesankan, khusus penemuannya tentang geometri analitis. Faktor inilah yang
saya jadikan alasan menempatkan Descartes dalam urutan agak lebih tinggi
daripada filosof-filosof kenamaan seperti Voltaire,
Rousseau, dan Francis
Bacon.